Serial Ramadhan #27

Beranda
Dakwah
Artikel Islam
Serial Ramadhan #27

Diantara Penyebab Masuk Neraka

(part 2)


Saudaraku! Telah kita pelajari pada serial sebelumnya bahwa ada faktor-faktor yang dapat menyebabkan seseorang masuk neraka dan kekal di dalamnya.
Maka, pada serial kali ini kita akan lanjutkan diantara penyebab masuk neraka namun tidak kekal di dalamnya. Orang-orang yang melakukannya masih dianggap mukmin, namun ia bermaksiat dengan dosa besar, sehingga akan disucikan dari dosanya di neraka, namun tidak kekal di dalamnya.


Diantara faktor-faktor tersebut adalah :

1. Durhaka kepada Orang Tua (salah satu atau keduanya).

Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman : 


وَقَضَىٰ رَبُّكَ أَلَّا تَعْبُدُوا إِلَّا إِيَّاهُ وَبِالْوَالِدَيْنِ إِحْسَانًا ۚ إِمَّا يَبْلُغَنَّ عِنْدَكَ الْكِبَرَ أَحَدُهُمَا أَوْ كِلَاهُمَا فَلَا تَقُلْ لَهُمَا أُفٍّ وَلَا تَنْهَرْهُمَا وَقُلْ لَهُمَا قَوْلًا كَرِيمًا

وَاخْفِضْ لَهُمَا جَنَاحَ الذُّلِّ مِنَ الرَّحْمَةِ وَقُلْ رَبِّ ارْحَمْهُمَا كَمَا رَبَّيَانِي صَغِيرًا

“Dan Tuhanmu telah memerintahkan supaya kamu jangan menyembah selain Dia dan hendaklah kamu berbuat baik pada ibu bapakmu dengan sebaik-baiknya. Jika salah seorang di antara keduanya atau kedua-duanya sampai berumur lanjut dalam pemeliharaanmu, maka sekali-kali janganlah kamu mengatakan kepada keduanya perkataan "ah" dan janganlah kamu membentak mereka dan ucapkanlah kepada mereka perkataan yang mulia {23} Dan rendahkanlah dirimu terhadap mereka berdua dengan penuh kesayangan dan ucapkanlah: "Wahai Tuhanku, kasihilah mereka keduanya, sebagaimana mereka berdua telah mendidik aku waktu kecil” {24} (QS. Al-Israa: 23-24)


Juga pada ayat lainnya :

أَنِ اشْكُرْ لِي وَلِوَالِدَيْكَ إِلَيَّ الْمَصِيرُ

“Bersyukurlah kepada-Ku dan kepada dua orang ibu bapakmu, hanya kepada-Kulah kembalimu” (QS. Luqman: 14)


Kemudian Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda :

ثلاثةٌ قد حرَّم اللهُ عليهمُ الجنةَ : مُدمنُ الخَمْرِ والعاقُّ لِوَالِدَيْهِ والديُّوثُ الذي يُقرُّ في أهلهِ الخبَثَ

“Tiga golongan manusia yang Allah mengharamkan surga bagi mereka, yaitu pecandu khamr, orang yang durhaka kepada kedua orang tuanya, dan dayyuts yang membiarkan kefasikan dan kefajiran dalam keluarganya” (HR. Ahmad, An-Nasaai)


2. Pemutus tali kekerabatan (kekeluargaan).

Berdasarkan hadits Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam yang menyatakan bahwa pemutus silaturrahim tak akan masuk Surga.

لا يدخلُ الجنةَ قاطعُ

“Tidak akan masuk surga orang yang memutus silaturahim” (HR. Bukhari 5983, Muslim: 2556)


Disebutkan dalam Shahih Al Bukhari dan Muslim bahwa Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda bahwasanya Rahim akan berdiri dihadapan Allah kemudian berkata "Inikah tempat perlindungan dari pemutusan silaturrahim?", Allah Ta'ala berfirman "Benar! Tidakkah engkau ridha bahwa Aku akan menyambung siapa saja yang menyambungmu dan memutus siapa saja yang memutusmu?", Rahim berkata "Tentu", Maka Allah Azza wa Jalla berfirman "Itulah hakmu". Kemudian Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam membacakan firman Allah :

فَهَلْ عَسَيْتُمْ إِنْ تَوَلَّيْتُمْ أَنْ تُفْسِدُوا فِي الْأَرْضِ وَتُقَطِّعُوا أَرْحَامَكُمْ

أُولَٰئِكَ الَّذِينَ لَعَنَهُمُ اللَّهُ فَأَصَمَّهُمْ وَأَعْمَىٰ أَبْصَارَهُمْ

“Maka apakah kiranya jika kamu berkuasa kamu akan membuat kerusakan di muka bumi dan memutuskan hubungan kekeluargaan? {22} Mereka itulah orang-orang yang dilaknati Allah dan ditulikan-Nya telinga mereka dan dibutakan-Nya penglihatan mereka” {23} (QS. Muhammad: 22-23)


Kenyataan memprihatinkan di masa kini banyak diantara manusia melalaikan hak orang tua dan hak kekerabatan bahkan memutuskannya.
Mereka beralasan bahwa kerabat mereka yang terlebih dahulu memutuskan tali kekerabatan, bahkan tidak menunjukkan sikap yang baik saat ingin disambung tali kerabatan dengan mereka.
Ketahuilah bahwa di saat manusia berbuat baik saat orang lain berbuat baik kepadanya, itu adalah sikap yang sudah seharusnya, tidaklah istimewa. Begitu pula saat seseorang menyambung silaturahim karena kerabatnya menyambungnya terlebih dahulu, itu disebut mukafi (berbalas sikap baik) dan belumlah disebut menyambung silaturahim.
Hal itu hanyalah saling membalas dan memang sudah demikian seharusnya, oleh karena itu, setiap kita harus memahami bahwa menyambung tali kekerabatan itu karena perintah Allah bukan karena membalas kebaikan kerabat atau membalas perlakuan sambung silaturahim mereka semata.


Mari kita perhatikan sabda Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam berikut ini,

ليس الواصلُ بالمكافِيءِ ولكنَّ الواصِلَ الذي إذا قُطِعَتْ رَحِمَهُ وَصَلَهَا

“Menyambung silaturrahim tidaklah sekedar berbalas sikap baik, akan tetapi saat orang lain dari kerabatmu memutuskannya engkau menyambungnya kembali" (HR. Bukhari: 5991)


3. Makan Harta Riba.

Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman :

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا لَا تَأْكُلُوا الرِّبَا أَضْعَافًا مُضَاعَفَةً ۖ وَاتَّقُوا اللَّهَ لَعَلَّكُمْ تُفْلِحُونَ

وَاتَّقُوا النَّارَ الَّتِي أُعِدَّتْ لِلْكَافِرِينَ

وَأَطِيعُوا اللَّهَ وَالرَّسُولَ لَعَلَّكُمْ تُرْحَمُونَ

“Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu memakan riba dengan berlipat ganda] dan bertakwalah kamu kepada Allah supaya kamu mendapat keberuntungan {130} Dan peliharalah dirimu dari api neraka, yang disediakan untuk orang-orang yang kafir {131} Dan taatilah Allah dan Rasul, supaya kamu diberi rahmat” {132} (QS. Ali Imraan: 130-132)


Juga pada ayat lainnya :

الَّذِينَ يَأْكُلُونَ الرِّبَا لَا يَقُومُونَ إِلَّا كَمَا يَقُومُ الَّذِي يَتَخَبَّطُهُ الشَّيْطَانُ مِنَ الْمَسِّ ۚ ذَٰلِكَ بِأَنَّهُمْ قَالُوا إِنَّمَا الْبَيْعُ مِثْلُ الرِّبَا ۗ وَأَحَلَّ اللَّهُ الْبَيْعَ وَحَرَّمَ الرِّبَا ۚ فَمَنْ جَاءَهُ مَوْعِظَةٌ مِنْ رَبِّهِ فَانْتَهَىٰ فَلَهُ مَا سَلَفَ وَأَمْرُهُ إِلَى اللَّهِ ۖ وَمَنْ عَادَ فَأُولَٰئِكَ أَصْحَابُ النَّارِ ۖ هُمْ فِيهَا خَالِدُونَ

“Orang-orang yang makan (mengambil) riba tidak dapat berdiri melainkan seperti berdirinya orang yang kemasukan syaitan lantaran (tekanan) penyakit gila. Keadaan mereka yang demikian itu, adalah disebabkan mereka berkata (berpendapat), sesungguhnya jual beli itu sama dengan riba, padahal Allah telah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba. Orang-orang yang telah sampai kepadanya larangan dari Tuhannya, lalu terus berhenti (dari mengambil riba), maka baginya apa yang telah diambilnya dahulu (sebelum datang larangan); dan urusannya (terserah) kepada Allah. Orang yang kembali (mengambil riba), maka orang itu adalah penghuni-penghuni neraka; mereka kekal di dalamnya” (QS. Al-Baqarah: 275)


4. Makan Harta Anak Yatim dan Mempermainkannya (Tidak Amanah).

Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman :

إِنَّ الَّذِينَ يَأْكُلُونَ أَمْوَالَ الْيَتَامَىٰ ظُلْمًا إِنَّمَا يَأْكُلُونَ فِي بُطُونِهِمْ نَارًا ۖ وَسَيَصْلَوْنَ سَعِيرًا

“Sesungguhnya orang-orang yang memakan harta anak yatim secara zalim, sebenarnya mereka itu menelan api sepenuh perutnya dan mereka akan masuk ke dalam api yang menyala-nyala (neraka)” (QS. An-Nisaa: 10)


5. Bersaksi Palsu (bersumpah atau bersaksi untuk sebuah kedustaan atau mengada-ada).

Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda :

لن تزولَ قَدَمُ شاهِدِ الزُّورِ حَتَّى يُوجِبُ اللّهُ لَهُ النَّارُ


6. Risywah (Praktik Suap-Menyuap) dalam upaya penegakan hukum.

Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda :

الرَّاشي والمُرتَشي في النارِ

“penyuap dan penerima suap akan berada di neraka” (HR. Thabrani)


7. Sumpah Palsu.

Berdasarkan sabda Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam :

مَنِ اقْتَطَعَ مَالَ أَخِيهِ بِيَمِينٍ فَاجِرَةٍ فَلْيَتَبَوَّأْ مَقْعَدَهُ مِنَ النَّارِ لِيُبَلِّغْ شَاهِدُكُمْ غَائِبَكُمْ

“Barang siapa yang memutuskan harta saudaranya dengan sumpah palsu, maka hendaklah ia mengambil tempat duduknya dineraka. Dan hendaklah orang yang hadir dari kalian mengabarkan hal ini kepada saudara kalian yang tidak hadir” (HR. Ahmad, Al-Hakim)


8. Menjatuhkan putusan dengan tidak adil, cenderung berpihak, berbalut kedzhaliman, dan tanpa ilmu.

Berdasarkan sabda Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam : “bahwasanya Hakim itu ada 3 golongan : Satu golongan di surga dan yang dua lainnya di neraka. Golongan hakim yang masuk surga adalah mereka yang berilmu faham dengan kebenaran dan menjatuhkan putusan berdasarkan ilmu tersebut. Adapun dua golongan hakim lainnya salah satunya menjatuhkan putusan dengan kedzhaliman dan satunya lagi menjatuhkan putusan dengan kebodohan dan tanpa ilmu, kedua golongan hakim ini masuk neraka” (HR. Tirmidzi, Abu Dawud, Ibnu Maajah)

9. Kecurangan Penguasa atas Rakyatnya.

Berdasarkan sabda Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam :

ما مِنْ عبدٍ يسترْعيه اللهُ عَلى رعيَّةٍ يموتُ يومَ يموتُ وهوَ غاشٌّ لرعِيَّتِهِ  إلَّا حرّمَ اللهُ عليْهِ الجنَّةَ

“bahwa siapa saja yang terpilih menjadi pemimpin -dijadikan Allah Pemimpin atas sebuah rakyat-, kemudian dia mati dalam keadaan berbuat curang atas rakyatnya niscaya Allah haramkan Surga untuknya” (Muttafaqun 'Alaihi)


Pemimpin dalam hadits ini sifatnya sangat umum, mencakup siapa saja yang memimpin walaupun memimpin keluarga.

Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda : "Setiap kalian adalah pemimpin dan akan diminta pertanggungjawaban atas apa saja yang dipimpinnya. Penguasa adalah pemimpin bagi rakyatnya dan akan diminta pertanggung jawaban akan hal tersebut. Seorang lelaki adalah pemimpin untuk keluarganya dan akan diminta pertanggungjawaban pula. Seorang Istri pun hakikatnya pemimpin di rumah suaminya dan akan diminta pertanggungjawaban pula. Sampai pun seorang pembantu hakikatnya pun seorang pemimpin atas harta majikannya juga akan diminta pertanggungjawbaan atas hal itu” (Muttafaqun 'Alaihi)

10. Menggambar / melukis gambar makhluk bernyawa seperti manusia dan hewan.

Berdasarkan sabda Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam :

كلُّ مُصوِّرٍ في النَّارِ  يُجْعَلُ له بكلِّ صورةٍ صوَّرها نفسًا فتُعذِّبُه في جهنَّمَ

"Setiap pelukis makhluk hidup tempatnya di neraka. Setiap gambar yang ia gambar di beri ruh maka ruh gambar tersebut mengadzabnya di neraka jahannam" (HR. Muslim: 2110)


Adapun gambar pepohonan atau tumbuh-tumbuhan dan buah-buahan atau semisalnya, maka hal seperti ini tidaklah mengapa menurut ijma’ (kesepakatan) ulama.

11. Siapa saja yang memiliki sifat 'Utul, Jawwadzh, Mustakbir.

'Utul adalah sifat dengan gambaran keras, kasar, tidak ada keramahan dan kelembutan menerima al Haq maupun kepada sesama makhluk.
Jawwadzh adalah sifat dengan gambaran pelit, kikir, pengumpul harta namun menahan infaq dan shadaqah.
Mustakbir adalah sifat dengan gambaran sombong dan angkuh, menolak kebenaran dan merendahkan sesama manusia lainnya serta jauh dari sifat tawadhu'
.

Hal ini berdasarkan sabda Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam :

ألا أُخْبِرُكُمْ بأَهْلِ النَّارِ كُلُّ عُتُلٍّ جَوّاظٍ مُسْتَكْبِرٍ

“Dan maukah kalian aku beritahukan mengenai penghuni neraka? Yaitu setiap yang beringas membela kebatilan, pelit lagi sombong” (HR. Bukhari: 4918, Muslim: 2853)


12. Menggunakan bejana untuk makan dan minum yang terbuat dari emas dan perak.

Berdasarkan sabda Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam :

إن الذي يأكل أو يشَرِبَ في آنية الذَهبٍ والفِضَّة فإنَّما يُجرجِرُ في بطنِه نارًا من جَهنَّم

“siapa saja yang makan dan minum menggunakan bejana yang terbuat dari emas dan perak, hakikatnya sedang memasukkan api neraka ke dalam perutnya” (HR. Bukhari: 5634, Muslim: 2065)


Saudaraku! Begitu banyak faktor-faktor yang dapat memasukkan kita ke neraka, maka waspadalah.

Wallahu a'lam

Tinggalkan Komentar Disini


Copyright 2015-2024 © LPI Sari Bumi Sidoarjo. Developed by AZATEAM